Senin, 18 September 2017

Potret Wajah Birokrasi Indonesia Di 18 Tahun Reformasi


Potret Wajah Birokrasi Indonesia Di 18 Tahun Reformasi

Dari waktu ke waktu isu reformasi masih eksis dan menarik untuk di perbincangkan, tidak hanya di kalangan para tokoh politik dan akademisi namun masyarakat juga memiliki simpati terhadap isu ini. Hal ini di karenakan kajian besar reformasi mengenai birokrasi, dimana birokrasi merupakan alat terealisasikannya suatau kebijakan yang berkenaan dengan masyarakat. Melalui perjalanan sejarah reformasi hadir di tengah-tengah masayarakat sebagai harapan agar mampu membentuk tatanan pemerintahan yang ideal.
Seperti yang kita ketahui bahwa di setiap pembentukan negara tentu di barengi dengan pemebentukan sistem pemerintahan dan birokrasi. Karena birokrasi menentukan jalannya roda pemerintahan bagi kehidupan bernegara. Hegel dalam buku birokrasi dan politik Indonesia berpendapat bahwa administrasi negara (Birokrasi) ialah sebagai suatu jembatan yang menghubungkan antara negara (Pemerintah) dengan masyarakatnya. Sehingga pentingnya pencapaian reformasi birokrasi merupakan salah satu jalan untuk mencapai good goverment. Reformasi birokrasi merupakan bagian dari tuntutan reformasi yang meliputi aspek politik, ekonomi, hukum dan sosial. Reformasi birokrasi sendiri menurut Khan (1981) dalam bukunya Warsito Utomo mendefinisikan reformasi sebagai suatu usaha melakukan perubahan-perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama. Selain itu ditambahkan pula oleh Quah (1976) bahwa reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah proses dan prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional.
Intinya bahwa Reformasi birokrasi merupakan sebuah konsep bagi perbaikan kondisi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Pengalaman sejumlah negara menunjukkan bahwa reformasi birokrasi merupakan langkah yang menentukan dalam pencapaian kemajuan negara tersebut. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang tidak hanya efektif dan efisien serta rasional tetapi juga mampu menjadi tulang punggung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi menjadi sangat penting, karena birokrasi ibarat salah satu pilar berdinya negara, bayangkan saja apabila birokrasi kita masih berlumut oleh KKN maka dalam jangka beberapa tahun lagi pilar itu akan roboh. Sehingga perluhnya reformasi birokrasi sebab keberhasilan pelaksanaan daripada reformasi birokrasi akan sangat mendukung dalam penciptaan Clean Goverment and Good Governance.
Realitanya Indonesia di 18 tahun reformasi tidak mampu menjamin teralisasikannya reformasi birokrasi berjalan dengan baik bahkan reformasi birokrasi pasca era reformasi seperti tidak tersentuh sama sekali. Hal ini menjadi tanda tanya setelah pergantian rezim dari orde baru ke reformasi tidak memberikan pengaruh apapun, malah semakin parah dari rezim sebelumnya. Reformasi hanya dipandang sebagai pergantian kepemimpinan dalam rangka menurunkan Soeharto sebagai presiden hingga sekarang sudah empat kali pergantian presiden namun reformasi birokrasi tidak menunjukan tanda-tanda perubahan berarti. Bahkan dimasa kepemimpinan Soeharto, Indonesia mengidap virus Parkinson dan Proliferasi dimana dibuat dengan tujuan agar memperkuat kekuasaan yang sedang berlangsung. (Miftah Thoha. 2009)
Keberadaan pegawai negeri sipil dalam sistem birokrasi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian khususnya Pasal 3 ayat (1). Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan. Namun prinsip-prinsip ini belum mampu di implementasikan oleh para birokrat kita. Kurangnya komitmen dari pemerintah terhadap reformasi birokrasi menyebabkan masih banyaknya permasalah-permasalahan birokrasi di era reformasi ini yang telah terbilang tua.
Gambaran dari permasalahan - permasalahan birokrasi Indonesia yang paling mendasar di era refomasi ini diantaranya ialah:
1.      Organisasi, birokrasi Indonesia memiliki struktur yang besar dan banyak yang tidak layak atau tidak sesuai dengan fungsi mereka.
2.      Hukum dan peraturan, adanya kontradiktif dan banyak praturan yang ambigu. Seperti kontradisi antara Undang-Undang 43 dan Undang- Undang 32 yang menentukan siapa yang menjadi pejabat dan pembina karir pegawai.
3.      Sumber daya manusia, birokrasi mengalami kelebihan pegawai dan kekurangan pada saat yang sama. Misalnya di daerah kota mengalami overstaffed sehingga pada sistem banyak pegawai yang hanya datang dan tanda tangan namun di daerah lain seprti di pedesaan masih banyak yang understaffed. Hal ini di sebabkan tidak terjadi distribusi yang baik.
4.      Proses bisnis, terjadi prosedur yang tidak jelas dan berbelit - belit hingga permasalahan mata rantai yang panjangan yang membutuhkan waktu yang lama.
5.      Pelayanan publik, birokrasi kita memiliki kulitas pelayanan yang rendah, banyak ketidak pastian dan adanya celah untuk KKN.
6.      Pola pikir dan budaya, dalam birokrasi tidak memiliki semangat kerja dan budaya untuk memproduksi inovasi, penciptaan dan penemuan di antara PNS.

Di 18 tahun reformasi ini virus Parkinson dan Proliferasi ini ternyata masih berakar di tubuh birokrasi Indonesia. Era reformasi tidak mampu menjamin birokrasi menjadi lebih rasional praktek penyelewengan etika dalam birokrasi masi banyak kita temukan di pemerintahan. Budaya penyelewengan etika yang terjadi di badan birokrasi ini ternyata telah mendarah daging, sehingga reformasi sebagai penawarpun tidak mampu menjadikan birokrasi seperti yang di harapkan. Birokrasi Indonesia sesungguhnya tidak beranjak dari sistem birokrasi kolonial yang hakekatnya merupakan alat kekuasaan dan pelayan penguasa. Bukan merupakan alat dari suatu sistem yang memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat atau publik dalam rangka melayani tugas negara, pemerintahan dan pembangunan apa yang menjadi kebutuhan untuk memberikan kemudahan dalam berbagai hal yang seharusnya diberikan demi kepentingan publik yang membutuhkan.
Sikap-sikap sopan yang melenceng dari sikap rasional banyak kita temukan pada badan-badan birokrasi di Indonesia. Kondisi birokrasi di Indonesia masih jauh dari harapan di perjelas melalui sumber Institute for Civil Society (INCIS) , 2007. Dari data tersebut diketahui bahwa bentuk diskriminasi layanan publik yang paling menonjol adalah karena suap. Suap bisa terjadi karena masyarakat menginginkan pelayanan yang cepat sedangkan aparat mencari peluang tambahan uang. Budaya suap sudah begitu mengakar pada praktek layanan publik kita, sehingga sulit untuk diberantas. Sulitnya menghilangkan suap ini juga dikarenakan perilaku masyarakat sendiri yang seringkali justru menawarkan sejumlah uang atau pemberian barang kepada birokrasi sebagai pelicin urusan. Kejelasan pratek KKN di Indonesia di faktori oleh budaya politik masyarakat Indonesia. Sikap rasional dalam birokrasi hanya ada 1 dari 10 orang di Indoneisa dan orang-orang ini mengalami tekanan-tekanan idiologi dan politik dari pihak penguasa. Tekanan-tekanan ini tidak hanya di rasakakan oleh masyarakat yang sudah rasional pemikirannya namun masyarakat awampun melalui proses tekanan ini.
Masyarakat Indoneisa tidak mampu menghindari pengaruh, kekuasaan dan paksaan dari pemerintah. Karena masyarakat memerlukan pemerintah untuk menyelesaikan urusan hidupnya. Kelembagaan institusional menunjukan adanya serangkaian prosedur aturan yang di terima untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu dari waktu ke waktu tanpa memandang siapa yang bakal di kenai prosedur aturan tersebut. Pemerintah itu merupakan perpaduan antara orang-orang dan kelambagaan yang membuat dan memaksakan hukum dan undang-undang kepada masyarakata. Dari pandangan seperti itu melekat kesan bahwa kekuasaan itu ada pada pemerintah, namun masyarakat melupakan bahwa kekuasaan itu berasal dari rakyat yang di percayakan kepada pemerintah untuk mengatur dan mengatasi masalah-masalah yang bisa di terima oleh semua pihak. Karena setiap pekerja atau pejabat dalam birokrasi pemerintah merupakan mesin yang tidak mempunyai kepentingan pribadi. Namun praktek buruk yang di lakukan para birokrasi sudah terlalu lama terjadi dan rakyatpun telah menderita penyakit lupa akan fungsi kontrol terhadap jalannya birokrasi, sehingga penyelewengan dalam birokrasipun sudah mengkronis.
Persolan dalam birokrasi itu sendiri dipengaruhi oleh dua fatktor yaitu pertama faktor internal dimana persoalan kualitas SDM, sistem dan prosedur kerja yang masih bertele-tele, budaya kerja yang masih feodalistik, kempemimpinan yang kaku dan cenderung tidak visioner, mental dan moral yang rendah serta struktur organisasi yang gemuk dan kurang jelas fungsinya. Faktor tersebut masih juga terkait dengan perilaku administrator maupun perilaku organisasi. Dan yang kedua dari faktor eksternal paling tidak terkait dengan hal-hal seperti kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap birokrasi, tuntutan masyarakat terhadap perlunya birokrasi yang profesional, bebas KKN, budaya yang dianut oleh masyarakat umum kurang kondusif bagi perbaikan birokrasi, tingkat kesadaran dan kedisiplinan birokrasi, dan kedisiplinan masyarakat terhadap sistem kebijakan yang berlaku masih rendah, kesenjangan sosial, serta hal-hal lainnya.(Miftah Thoha, 2012)
Hasil akhirnya ialah perjalanan reformasi khususnya untuk birokrasi masih belum terasa, bahkan ada yang mengatakan bahwa birokrasi mengalami stagnan jika dibandingkan dengan reformasi politik atau reformasi ekonomi. Senada dengan pernyataan tersebut pandangan Miftah Thoha terkait pelaksanaan reformasi di bangsa ini yang lebih mengedepandakan reformasi politik dari pada reformasi birokrasi dimana pandangan beliau bahwa Selama 10 tahun terakhir ini kita merasakan kemajuan reformasi di bidang politik dan ekonomi, Di bidang politik demokrasi semakin berkembang baik, kebebasan berpolitik dan perbedaan pendapat dijamin sangat baik. Akan tetapi kehidupan birokrasi menunjukkan kurva terbalik, hal ini bisa dilihat dari dua indikator Indek Prsepsi Korupsi dan Indek kemudahan pelayanan usaha.
Jadi di era reformasi yang sudah terbilang tua ini reformasi birokrasi bukalnlah opsi melainkan keharusan, karena negara tidak bisa berjalan dengan baik apabila roda birokrasi masih tersangku dengan masalah KKN. Sebagai garda terdepan dalam hal pelayanan publik, reformasi birokrasi dapat dimulai dari perubahan struktur dan kultur sehingga birokrasi harus mampu menjadi bafer, penyanggah dan filter. Suksesnya reformasi birokrasi di butuhkannya komitmen dari pemerintah, dan dengan sistem pemerintahan yang desentralisasi ini kesadaran akan reformasi birokrasi harus juga ada di daerah karena rencana strategis di pemerintah pusat sulit di implementasikan di daerah apabila tidak terjadi koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah.
Sebagai Agent Of Development yang bergerak dalam segalah sektor dari pusat hingga daerah. Birokrasi memerlukan orang-orang yang mampu memenuhi SKP atau sasaran kerja pegawai dimana terdapat perjanjian pegawai yang berisi tentang indikator kerja dan terget sehingga dapat membangun menejemen kinerja dalam birokrasi. Sebaik apapun program pembangunan yang kita tetapkan, apabila birokrasi tidak kompeten, integritas tidak terjaga dan moral rusak maka program-program tidak bisa di implementasikan dengan baik. Kerena semua program di deliveri oleh sistem yang kita sebut sebagai birokrasi.
Dalam hal perubahan mindset and culturset perubahan juga harus di lakukan oleh masyarakat. Perluhnya dukungan masyarakat untuk tidak percaya pada birokrat yang melakukan penyelewengan sebab sehat birokrasi tidak hanya di tentukan oleh birokrasi itu sendiri tetapi juga dari masyarakat. Untuk melakukan fungsi kontrol, masyarakat dapat melakukan pengaduan kinerja birokrat baik melalui tingkat kepuasan yang ada di organisasi-organisasi pemerintahan daerah maupun melalui sistem elektronik yang langsung terhubung ketingkat nasional. Sehingga pemerintah pusat maupun daerah dapat berbenah dan memperbaiki rapor dengan nilai merah dalam birokrasi.



DAFTAR PUSTAKA

Thoha, Miftah. 2009. Birokrasi Pemerintaha Indonesia di Era Reformasi. Jakarta : Kencara Prenada Media Group.
Thoha, Miftah. 2012. Birokrasi Dan Politik Di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Utomo, Warsito. 2007. Dinamika Administrasi Publik Analisis Empiris Seputar Isu-Isu Kontenporer Dalam Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Dan Program Megister Administrasi Publik UGM.





Riview Buku Peter Hough-Understanding Global Security (2004)

Riview Chapter 2, 3 Dan 4
Buku Peter Hough-Understanding Global Security (2004)

Chapter 2
Ancaman Militer Terhadap Keamanan Dari Negara –Negara

Perang antar negara selalu menjadi pusat studi Hubungan Internasional dan diterima secara luas sebagai ciri hubungan negara-ke-negara yang tak terelakkan. Model realis menjelaskan bahwa negara-negara kuat yang bersaing untuk mendapatkan supremasi, hanya dikendalikan oleh kekuatan yang berlawanan dari negara-negara lain, tampaknya terbebani dengan mempertimbangkan skala dan sifat perang besar dalam sejarah.
Presiden George Bush mempopulerkan penggunaan istilah tempatan dunia baru-baru ini dalam serangkaian pidato pada tahun 1990 dan 1991 untuk menandakan bahwa pasukan sekutu yang didukung oleh PBB dan d ide besar - tatanan dunia baru, ini ialah di mana negara-negara yang beragam digabungkan bersama-sama dalam tujuan bersama untuk mencapai aspirasi universal umat manusia: perdamaian dan keamanan, kebebasan, dan peraturan Hukum.
 Penyelesaian Perdamaian Paris 1919-20 setelah Perang Dunia Pertama diantar dalam upaya baru untuk membangun tatanan dunia yang lebih baik, yang dipimpin oleh Kaum Idealis, yang paling jelas diartikulasikan dengan pembentukan Liga Bangsa-Bangsa. Liga Bangsa-Bangsa berusaha menyediakan arena di mana negara dapat menyelesaikan perselisihan secara terbuka dalam konferensi atau melalui keputusan pengadilan internasional (Pengadilan Permanen Keadilan Internasional) dan di mana perlindungan untuk negara dapat berasal dari jaminan global (keamanan kolektif) daripada Daripada melalui pembangunan pakta militer rahasia.
Liga Bangsa-Bangsa akhirnya ambruk di tengah tabrakan besar kekuatan baru. Liga Bangsa-Bangsa diubah dalam kedok Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diplomasi terbuka dan kerja sama internasional kembali didorong. lima kekuatan besar yang dipercayakan untuk mengelola sistem tersebut ialah Amerika Serikat, Inggris, Uni Soviet, China dan Prancis - menikmati rampasan berada di pihak pemenang dalam Perang Dunia Kedua.
Ø  Demokratisasi
Revolusi 1989 yang menyapu enam negara satelit Soviet 'Blok Timur', dan secara efektif mengakhiri Perang Dingin, terjadi karena orang-orang Eropa Timur biasa ingin hidup seperti orang Eropa Barat.  Negara-negara demokrasi Barat telah membantu negara-negara baru melalui proses transisi sosial, ekonomi dan politik yang menyakitkan dan, yang dibebaskan dari hambatan Perang Dingin, toleransi terhadap intoleransi mereka telah surut. Amerika Serikat pada 1990-an beralih dari Doktrin Truman ke 'Clinton Doctrine' di mana mempromosikan penyebaran demokrasi menjadi tujuan kebijakan luar negeri yang eksplisit.
Demokrasi dalam berurusan dengan negara-negara demokrasi lainnya lebih mudah menemukan cara-cara non-militer untuk menyelesaikan benturan kepentingan yang tak terelakkan yang muncul dalam hubungan mereka dan semakin menyadari bahwa kepentingan mereka tidak dilayani oleh konfrontasi kekerasan. Jumlah negara demokratis di dunia telah meningkat dari 66 (dari 164) pada tahun 1987 menjadi 148 (dari 193) pada tahun 2007 (Freedom House 2007), prospek masa depan untuk perdamaian abadi terlihat baik juga.
Ø  Gangguan Dunia Baru?
Perhatian Realis terhadap optimisme bahwa sejarah Perang Dingin akan membawa sebuah era baru yang unik dan unik dari Hubungan Internasional dapat dianggap terbawa oleh perkembangan tertentu sejak tahun 1990 yang belum meningkatkan keamanan militer negara atau masyarakat dunia.
Ø  Apakah Itu Benar-Benar Berakhir Persistensi Perselisihan Perang Dingin
Korea Semenanjung Korea tetap dibekukan secara ketat di era Perang Dingin, terbagi menjadi dua negara yang dibentuk secara ideologis persis seperti pada titik kebuntuan Timur-Barat setelah perang tahun 1953.
1.      Hubungan AS-Cina. Kerja sama ekonomi telah berkembang melalui ketegangan bersama namun ketegangan diplomatik dan militer tetap ada.
2.      Hubungan AS-Kuba. Sejak tahun 1990 semua bentuk hubungan politik antara Amerika Serikat dan Kuba tetap bermusuhan seperti pada tiga dekade sebelumnya.
3.      Hubungan AS-Rusia Meskipun tidak diragukan lagi lebih ramah daripada selama Perang Dingin dan lebih mulus daripada negara-negara yang belum meninggalkan Komunisme, hubungan AS-Rusia sejak runtuhnya Uni Soviet tahun 1991 belum begitu harmonis.

Poin Kunci
Ø  Isu global kembar dari Perang Dingin dan dekolonisasi mendominasi pelaksanaan Hubungan Internasional pada paruh kedua abad ke-20 dan membantu menjelaskan keasyikan negara-negara saat ini dengan keamanan militer yang terfokus secara eksternal.
Ø  Perang Dingin dan dekolonisasi di awal tahun 1990an membawa optimisme bahwa 'tatanan dunia baru' akan mengantarkan hubungan antar negara yang lebih damai dan komitmen yang lebih besar terhadap penjaga perdamaian yang terkoordinasi secara global.
Ø  Tidak semua analis berbagi optimisme yang dihasilkan oleh tatanan dunia baru yang nyata. Warisan Perang Dingin dan dekolonisasi tetap menonjol dan banyak neo-Realis berpendapat bahwa hilangnya keseimbangan kekuatan Perang Dingin membawa serta ancaman militer baru dan lebih mendestabilisasi.
Ø  Realis menganggap bahwa perang adalah ciri Hubungan Internasional yang tak terelakkan, dapat dikenai penghormatan terhadap keseimbangan kekuasaan antar negara. Kaum Marxis menganggap perang tak terelakkan asalkan dunia tetap didominasi kapitalis. Pluralis berpendapat bahwa penyebaran demokrasi dan interdisipliner, yang tergesa-gesa di dunia pasca-Perang Dingin, menawarkan harapan untuk pemberantasan perang antar-negara, yang menjadi kurang umum.

Chapter 3
Ancaman Militer Dari Pelaku Non-Negara

Departemen di Amerika serikat mendefinisikan terorisme sebagai aksi berencana, kekerasan bermotif politik yang dilakukan terhadap target noncombatant oleh kelompok subnasional atau agen guna biasanya ditujukan untuk memengaruhi/menarik perhatain khalayak'(USA 1983). Terorisme diciptakan untuk menggambarkan kekerasan negara-diarahkan dan intimidasi (contoh) warga Perancis oleh Jacobin pada tahun-tahun awal dari Republik Perancis.
Istilah terorisme menimbulkan dua gagasan:
1.      Meneror sengaja warga sipil, dan cara atau tekhnik yang digunakan oleh aktor-aktor non-negara.
2.      Teror bisa ditimpakan kepada orang oleh pemerintah mereka sendiri, oleh pemerintah lainnya dan oleh entitas lain, aktor non-negara kelompok kriminal bisa juga, tentu saja untuk menakut-nakuti dan membunuh orang dan bentuk nonstate. Aktor ini dianggap akan fokus pada bentuk dan kerasnya tantangan untuk negara dan warga negara yang ditimbulkan oleh motif politik kekerasan aktor non-state.
Jenis Kelompok Militer Politik Non-State
1.      Nasionalis       
Ø  Separatis. Separatis sebagai bentuk yang paling lazim dari kekerasan oleh kelompok  politik non-pemerintah. Berasal dari gerakan yang mengaku mewakili bangsa, menggunakan kekuatan untuk mencapai kemerdekaan bagi rakyatnya.
Ø  Counter-separatisNasionalisme dapat menginspirasi beberapa orang untuk mengangkat senjata dan untuk memisahkan diri tetapi juga menginspirasi orang lain untuk bertempur dan mencegah pemisahan diri itu.
2.      Agama
Ø  Yahudi. Pada awal dunia kampanye kekerasan oleh kelompok non-negara terhadap pemerintah telah dilancarkan oleh kaum Zelot Israel terhadap kekuasaan Romawi.
Ø  Islam. Kekerasan non-negara dalam nama Islam, melihat kembali ke pembunuhan (assasins), berkaitan dengan pembunuhan Ali bin Abi Thalib di abad ketujuh. Revolusi Iran 1979 menggulingkan Dinasti kerajaan berorientasi Barat dan dimasukkan ke dalam tempatnya rezim Syiah fundamentalis, konflik di picu dalam perjuangan Islam bersenjata antara Syiah maupun Sunni.
Ø  Hindu, tercatat sebagai agama toleransi, namun beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan fundamentalisme Hindu. Lebih dari 2000 orang Muslim tewas dalam serangkaian diatur pembantaian di Gujurat pada bulan Februari dan Maret 2002
Ø  Christianity. Fundamentalisme Kristen telah lama dicampur dengan kelompok rasis dalam negeri AS. Dalam beberapa tahun terakhir Kristen secara terang-terangan paling banyak menghasilkan kekerasan aktor non-negara telah Perlawanan Tuhan Tentara.
Ø  Budha. Sebagai agama yang terkenal akan kedamaian Budha jarang tersangkut masalah dengan kelompok garis keras daripada agama yang lain, tetapi indikasi teroris agama seberapa jauh  kitab suci dapat menginspirasi mereka juga telah juga melahirkan radikal dan cabang kekerasan.
Ø  Marxist
            Sebelum munculnya kekerasan fundamentalis dari tahun 1979 yang terbesar dari kelompok non-pemerintah, ancaman keamanan bagi sebagian besar negara berasal dari kaum revolusioner Marxis bersenjata. Revolusioner Marxis dengan teror doktrinya mengancam hampir setiap negara di dunia.
Ø  Fascist/racist
            Meskipun ideologi yang sama radikal dan agresif, Fasisme lebih sedikit melahirkan kelompok kekerasan non-pemerintah daripada Marxisme. Fasis cenderung ultra-nasionalis yang menganggap diri lebih daripada lain, ini merupakan bagian dari kampanye domestik murni.
3.      Group Lainnya
Ø  Eco-terrorists. Kelompok ini secara berkala muncul di Eropa Barat dan Amerika Utara dari tahun 1970-an.
Ø  Feminis. Red Zora, sebuah cabang dari kelompok teroris Jerman sayap kiri, yang memimpin kampanye tingkat rendah teror feminis, menargetkan toko-toko seks dan usaha lainnya dianggap mengeksploitasi perempuan.
Ø  Keleompok suatu isu tertentu. Tindakan bermotif politik kekerasan lainnya dapat dipahami sebagai radikalisasi dari menyebabkan kelompok, bukan bagian dari ideologi yang lebih luas. Paling menonjol seperti kelompok yang anti-aborsi di Amerika Serikat.
Munculnya bentuk konflik mungkin sebagian besar dijelaskan oleh datang dua faktor yaitu : pertama memungkinkan lemah untuk mengalahkan yang kuat. Ini bukan hal baru dan tidak hanya berlaku dari aktor non-negara. (Perang Gerilya). Yang kedua di belakang munculnya 'usia terorisme' adalah muka teknologi komunikasi di bagian akhir dari abad kedua puluh. Untuk politik kekerasan non-negara membuat langkah efektif untuk mengkomunikasikan pesan dengan cara menakut-nakuti sehingga menjadi tunduk.(Globalisasi)
Upaya Hukum
Ø  Melarang Keanggotaan Organisasi Tertentu
Ø  Pengasingan (deportasi)
Ø  Sidang Tanpa Juri
Ø  Hukuman
Ø  Pembatasan Kebebasan Berekspresi
Ø  Pembatasan Kerja
Langka Diplomatik
Ø  Kerjasama Antar Pemerintah
            Penarikan pengakuan diplomatik kepada pemerintah dianggap mensponsori teroris mengirimkan pesan politik yang kuat karena, meskipun lebih umum Tanggapan dari dulu, ini masih merupakan tindakan langka di Hubungan Internasional. Salah satu tindakan pertama dari pemerintah AS menyusul 11 ​​September 2001 adalah untuk mencoba untuk membangun sebuah 'koalisi melawan teror‘.
  1. Melawan api dengan api '(1): operasi rahasia
            Banyak kekerasan non-negara telah mengambil bentuk 'terorisme' karena strategi tersebut tidak mudah dimentahkan oleh negara diasah untuk melawan oprasi militer yang lebih konvensional. Oleh karena itu, negara menghadapi ancaman keamanan non-negara terus-menerus memiliki diadaptasi angkatan bersenjata mereka sesuai dengan menciptakan unit kontra-teroris khusus atau dengan mengadaptasi pasukan khusus yang ada.
2.      Melawan api dengan api' (2): perang
            Perang Afghanistan adalah satu-satunya perang 'skala penuh' telah dilancarkan terhadap bersenjata aktor non-negara, tetapi respon militer konvensional pada tingkat yang lebih rendah telah digunakan dari waktu ke waktu. Amerika Serikat mengebom Libya pada tahun 1986 sebagai balasan atas nya kepemimpinan ini liberhubungan dengan sejumlah insiden di seluruh dunia yang telah ditargetkan gerilyawan Alqaeda.

Tanggapan Global Untuk Kekerasan Politik Non-State
            Seluruh dunia dalam mengutuk segala bentuk terorisme non-negara. Selain itu, menyatakan telah lambat untuk mengembangkan perjanjian ekstradisi dan mengizinkan penyelidikan interpol untuk politik bukan agresor termotivasi kriminal. Strategi Global Melawan Terorisme dirilis pada tahun 2006 ialah :
Ø  Menghalangi kelompok yang tidak puas dari memilih terorisme sebagai taktik untuk mencapai tujuan mereka.
Ø  Menolak  aktivitasteroris untuk melakukan serangan mereka.
Ø  Mencegah negara dari tindakan mendukung teroris.
Ø  Mengembangkan kapasitas negara untuk mencegah terorisme.
Ø  Membela hak-hak asasi manusia dalam perjuangan melawan terorisme.
Dapat Politik Kekerasan Non-Negara Dikalahkan?
Musuh non-negara dapat ditundukkan untuk jangka waktu tetapi, jika keluhan yang sama bertahan, orang lain cenderung untuk mengangkat senjata lagi untuk penyebabnya. Tawaran Perdamaiann setelah pemberontakan sipil jangka panjang cenderung sangat sulit karena bagian dari kekuatan non-negara yang sering menjadi lebih absolut dalam sikap mereka.

Chapter 4
Ketidakamanan Ekonomi

Konsep keamanan manusia mengakomodasi pertimbangan berbagai ancaman terhadap kehidupan, dimana kemiskinan tidak diragukan lagi merupakan hal yang paling penting. Kemiskinan membunuh secara langsung dalam jumlah besar ketika orang tidak dapat memperoleh makanan yang cukup untuk hidup karena mereka tidak memiliki sarana ekonomi untuk membeli atau memproduksinya. Kemiskinan juga merupakan penyebab kematian manusia dengan ancaman keamanan lainnya. Seperti yang dikatakan Thomas, 'pengejaran keamanan manusia harus memiliki intinya untuk memuaskan kebutuhan material dasar semua manusia. Pada tingkat yang paling dasar, makanan, tempat tinggal, pendidikan dan perawatan kesehatan sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia '(Thomas 2000: 7).
Memuaskan 'kebutuhan bahan dasar manusia' bukan semata-mata tugas ekonomi tapi, tentu saja, dicapai dengan prinsip kepemilikan uang, baik secara pribadi maupun sosial. Selain itu, kecukupan diri dalam produksi pangan, baik untuk individu atau negara bagian, adalah sarana yang semakin sulit untuk mencapai keamanan. Uang, begitulah kata pepatah, 'tidak bisa membeli Anda cinta' tapi bisa memberi Anda beberapa ukuran dari komoditas lain yang paling berharga, keamanan.
Ø  Kelaparan
Ancaman ekonomi yang paling akut dan segera terhadap keamanan manusia datang dalam bentuk kelaparan, sangat diperkirakan dalam beberapa cara. Pertama, kelaparan secara fungsional terkait dengan ancaman lain terhadap keamanan manusia seperti penyakit, kekeringan dan flushing. Banjir dan kekeringan menyapu panen dan bisa menyebabkan kelaparan namun bisa juga membunuh secara langsung, sementara penyakit pada umumnya lebih ganas saat menginfeksi populasi yang kekurangan gizi. Kedua, bahkan membiarkan pengaburan faktor penyebab kematian, statistik kematian bencana sangat tidak dapat diandalkan. Pemerintah cenderung meremehkan angka sementara suara anti-pemerintah sering membesar-besarkan mereka karena menentang tujuan politik.
Ø  Penyebab Kelaparan
Sebagian besar kelaparan adalah hasil kombinasi antara faktor alam dan politik, Kelaparan di India dan Irlandia, misalnya, memiliki penyebab alami namun pada umumnya dianggap telah diperburuk oleh ketidaktahuan akan situasi lokal yang ditanggung oleh pemerintahan kolonial. Ada tiga penjelasan mendasar untuk kelaparan tertentu terkait keseimbangan antara penawaran dan permintaan makanan.
1.      Jatuh persediaan makanan.
2.      Meningkatnya permintaan akan makanan.
3.      Gangguan terhadap distribusi makanan normal.

Ø  Kebijakan Global Tentang Kelegaan Kelaparan
Instrumen utama untuk mengkoordinasikan kelegaan kelaparan di tingkat global adalah Program Pangan Dunia PBB (WFP), sebuah hibrida dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Berbasis, seperti FAO, di Roma, WFP diatur oleh Dewan Eksekutif dan dilayani oleh sebuah sekretariat permanen. Dewan Eksekutif memberi suara pada tempat mengalokasikan bantuan pangan dari anggaran tahunan sekitar $ 1,5 miliar. Tujuan lain dari pekerjaan WFP adalah 'memberantas kelaparan dan kemiskinan. Tujuan utama bantuan pangan adalah penghapusan kebutuhan akan bantuan pangan '(WFP 2002b: 1).
Ø  Kelaparan
Jauh lebih banyak orang di dunia sekarang ini meninggal karena kelaparan melalui kemiskinan polos dan bukan akibat ketidakseimbangan regional jangka pendek antara penawaran dan permintaan makanan. WFP mengklaim bahwa sekitar 24.000 orang meninggal setiap hari sebagai akibat kelaparan dan penyakit terkait, dan bahwa lebih dari 800 juta di dunia menderita kekurangan gizi (WFP 2002c) .
Ø  Ketidakpedulian
Salah satu penjelasannya adalah, terlepas dari upaya terbaik kelompok penekan, masyarakat umum negara-negara kaya cukup untuk membantu meringankan masalah (dan mungkin beberapa menteri pemerintah) sama sekali tidak menyadari skala masalah itu. Tanggapan amal dan dukungan publik untuk bantuan pemerintah untuk negara-negara yang dicengkeram oleh kelaparan telah meningkat selama 30 tahun terakhir, yang paling terkenal disorot pada tahun 1980an oleh kampanye 'Band Aid / Live Aid' dan berbagai spin-off, yang diselenggarakan oleh Eropa dan Amerika Utara Penghibur sebagai tanggapan atas kelaparan Afrika Sub-Sahara.
Ø  Kekerasan Struktural
Penjelasan Marxis yang lebih radikal untuk bertahannya kelaparan yang disebabkan oleh kemiskinan berpendapat bahwa hal itu, seperti kelaparan, sebenarnya disebabkan oleh ekonomi global dan lebih merupakan kasus ketidaktahuan yang disengaja oleh orang kaya di dunia.  Gagasan bahwa negara-negara miskin di dunia akan lebih baik dengan memotong diri mereka dari Utara global dan berkonsentrasi untuk mengembangkan sumber daya mereka sendiri. 'World Dalam pandangan ini, bukan negara kaya yang mengeksploitasi negara-negara miskin sebagai kelas kaya transnasional (termasuk elit di negara-negara kurang berkembang) yang mengeksploitasi kelas transnasional orang miskin (termasuk orang miskin di negara maju) (Wallerstein 1979).

Ø  Kegagalan Negara Tertentu Mendorong Modernisasi
Perkembangan ekonomi yang berhasil dari negara-negara industri baru (NIC), seperti 'Macan Asia' Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong dan Singapura, setelah membuka diri terhadap investasi asing dan mengembangkan industri manufaktur berorientasi ekspor, bertugas untuk memperkuat Gagasan bahwa rute global keluar dari kemiskinan tersedia bagi negara-negara yang terjebak dalam pra-modernitas.
Ø  Statistika Ekonomi
Padahal kemiskinan dapat dikaitkan dengan bencana alam, kekacauan politik dalam negeri atau kekuatan struktural global, keamanan ekonomi negara dan individu tertentu juga dapat terancam secara sistematis dan sengaja oleh kebijakan luar negeri negara bagian (atau kelompok negara bagian) melalui berbagai bentuk ekonomi Statecraft Davis dan Gray berpendapat bahwa penggunaan blokade pada makanan dan kebutuhan lainnya untuk memasuki negara musuh pada masa perang merupakan Senjata Penghancuran Massa, sebuah istilah yang umumnya diterapkan pada senjata nuklir, kimia atau biologi (Baylis et al.2002: 256-257) .
Dalam kebanyakan kasus keamanan ekonomi negara-negara dan masyarakat mereka kemungkinan besar akan terancam oleh tindakan ekonomi global, merampasnya dari mitra dagang yang sah. Sanksi ekonomi merupakan pilihan terbuka bagi Liga Bangsa-Bangsa untuk tujuan mencegah agresi, namun hanya digunakan secara terbatas dan simbolis karena kurangnya tekad di antara negara-negara anggotanya.
Kritik yang diratakan pada penggunaan sanksi ekonomi komprehensif mencakup hal-hal berikut.
1.      Mereka Menyebabkan Kerusakan Agunan
Sanksi ekonomi telah menimbulkan sebagian besar kontroversi karena mereka mewakili instrumen tumpul yang cenderung memberi dampak lebih pada warga sipil biasa di negara sasaran daripada pemerintah.
2.      Mereka Dapat Memiliki Efek Negatif Pada Negara Tetangga
Jatuhnya sanksi ekonomi dapat menyebar melampaui penduduk sipil dari negara target, melintasi perbatasan ke negara-negara tetangga. Negara-negara yang memiliki hubungan perdagangan yang kuat dengan negara yang dikenai sanksi wajib berada dalam bahaya menderita akibat pemotongan hubungan semacam itu.
3.      Implementasi Penuh Tidak Mungkin Dilakukan
Menerapkan sanksi ekonomi adalah masalah yang sangat kompleks dalam sistem global yang semakin saling bergantung. Secara efektif membuat setiap perusahaan di setiap negara untuk mengakhiri semua interaksi dengan negara sasaran adalah tugas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, terutama bila beberapa pemerintah tidak antusias dengan sanksi atau tidak memiliki kapasitas untuk mengendalikan perusahaan yang berbasis di wilayah mereka.
4.      Mereka Dapat Memobilisasi Populasi Negara Sasaran Di Belakang Pemerintahan Mereka
Bahkan jika kesulitan yang dialami oleh populasi sebuah negara di bawah sanksi ekonomi PBB lebih merupakan tanggung jawab kelalaian pemerintah mereka sendiri daripada masyarakat internasional, dapat diprediksi bahwa mereka dapat memusatkan kebencian mereka pada yang terakhir, terutama jika pandangan ini didorong.
Meski demikian, penggunaan sanksi ekonomi PBB telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir dan tren ini sepertinya akan berlanjut. Popularitas sanksi terutama terletak pada kenyataan bahwa, bila dibandingkan dengan tindakan militer, mereka adalah pilihan penjaga perdamaian yang murah, baik ekonomis maupun dalam hal kehidupan penjaga perdamaian.
Ø  Mencapai Keamanan Ekonomi Global
1.      Marxis
Kaum Marxis (atau Strukturalis) menganggap sumber utama ketidakamanan manusia, ekonomi atau sebaliknya, untuk menjadi ekonomi global itu sendiri. Dari perspektif ini, keamanan ekonomi global hanya dapat dicapai dengan perubahan global yang radikal dengan LIEO yang menciptakan jalan bagi sosialisme internasional di mana ketidaksetaraan yang melekat pada struktur kelas yang mendukung kapitalisme hanyut.
2.      Liberal Ekonomi
Liberal ekonomi berpendapat bahwa lebih sedikit daripada liberalisasi tatanan ekonomi global diperlukan agar keamanan manusia dijaga dengan lebih baik. LIEO telah memungkinkan orang-orang di dunia untuk menjadi lebih kaya dengan membatasi kapasitas pemerintah mereka untuk menghasilkan pasar dalam mengklaim uang itu untuk diri mereka sendiri dalam tarif.
3.      Mercantilists
Mercantilisme, saudara ekonomi Realisme politik, memandang dunia melalui lensa di mana negara adalah objek referensi keamanan. Mercantilisme telah mewujudkan dirinya dalam kebijakan luar negeri autarki, di mana negara-negara berusaha meningkatkan kekuasaan mereka (dan juga keamanan mereka dan orang-orang mereka) oleh penaklukan asing untuk mendapatkan sumber daya ekonomi.

Poin Kunci
Ø  Kemiskinan adalah ancaman langsung utama bagi kehidupan, sebagai penyebab kelaparan dan kelaparan, dan ancaman tidak langsung utama terhadap kehidupan, karena ini meningkatkan kerentanan terhadap ancaman lainnya.
Ø  Kelaparan biasanya memiliki pemicu alami namun, pada akhirnya, adalah wabah buatan manusia karena kadangkala bermotif politik dan hampir selalu dihindari secara politis.
Ø  Kelaparan merupakan puncak pertumbuhan yang tinggi akibat kerdil akibat ancaman kelaparan secara umum dan terus-menerus
Ø  Kelaparan dapat dihindari karena ada makanan yang cukup baik di dunia untuk semua orang namun tetap menjadi masalah utama karena kegagalan politik global yang dapat, ternyata, disebabkan oleh kelalaian atau eksploitasi yang disengaja di Utara Global atau kegagalan untuk memodernisasi di Dunia Global. Selatan.
Ø  Kemiskinan sosial yang mengancam jiwa juga dapat terjadi sebagai akibat sanksi ekonomi yang menargetkan pemerintah, meskipun pengembangan sanksi 'cerdas', yang lebih terfokus pada pemerintah, mengurangi efek samping ini.

Ø  Keamanan ekonomi dari perspektif liberal Ekonomi paling baik dicapai oleh globalisasi yang lebih banyak, dari perspektif Mercantilist oleh globalisasi yang kurang dan dari perspektif Marxis dengan perubahan global yang radikal.