Potret Wajah Birokrasi
Indonesia Di 18 Tahun Reformasi
Dari waktu ke waktu isu reformasi masih eksis dan menarik
untuk di perbincangkan, tidak hanya di kalangan para tokoh politik dan
akademisi namun masyarakat juga memiliki simpati terhadap isu ini. Hal ini di
karenakan kajian besar reformasi mengenai birokrasi, dimana birokrasi merupakan
alat terealisasikannya suatau kebijakan yang berkenaan dengan masyarakat.
Melalui perjalanan sejarah reformasi hadir di tengah-tengah masayarakat sebagai
harapan agar mampu membentuk tatanan pemerintahan yang ideal.
Seperti yang kita ketahui bahwa di setiap pembentukan
negara tentu di barengi dengan pemebentukan sistem pemerintahan dan birokrasi.
Karena birokrasi menentukan jalannya roda pemerintahan bagi kehidupan
bernegara. Hegel dalam buku birokrasi dan politik Indonesia berpendapat bahwa
administrasi negara (Birokrasi) ialah sebagai suatu jembatan yang menghubungkan
antara negara (Pemerintah) dengan masyarakatnya. Sehingga pentingnya pencapaian
reformasi birokrasi merupakan salah satu jalan untuk mencapai good goverment. Reformasi
birokrasi merupakan bagian dari
tuntutan reformasi yang meliputi aspek politik, ekonomi, hukum dan sosial. Reformasi
birokrasi sendiri menurut Khan (1981) dalam bukunya Warsito Utomo
mendefinisikan reformasi sebagai suatu usaha melakukan perubahan-perubahan
pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah
laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama. Selain itu ditambahkan
pula oleh Quah (1976) bahwa reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah
proses dan prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk
mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional.
Intinya bahwa Reformasi
birokrasi merupakan sebuah konsep bagi perbaikan kondisi penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Pengalaman sejumlah negara
menunjukkan bahwa reformasi birokrasi merupakan langkah yang menentukan dalam
pencapaian kemajuan negara tersebut. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan
penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang tidak hanya efektif
dan efisien serta rasional tetapi
juga mampu menjadi tulang punggung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi menjadi
sangat penting, karena birokrasi ibarat salah satu pilar berdinya negara,
bayangkan saja apabila birokrasi kita masih berlumut oleh KKN maka dalam jangka
beberapa tahun lagi pilar itu akan roboh. Sehingga perluhnya reformasi
birokrasi sebab keberhasilan pelaksanaan daripada
reformasi birokrasi akan sangat mendukung dalam penciptaan Clean Goverment and Good Governance.
Realitanya Indonesia di 18 tahun reformasi tidak mampu
menjamin teralisasikannya reformasi birokrasi berjalan dengan baik bahkan
reformasi birokrasi pasca era reformasi seperti tidak tersentuh sama sekali.
Hal ini menjadi tanda tanya setelah pergantian rezim dari orde baru ke
reformasi tidak memberikan pengaruh apapun,
malah semakin parah dari rezim sebelumnya. Reformasi hanya dipandang sebagai
pergantian kepemimpinan dalam rangka menurunkan Soeharto sebagai presiden
hingga sekarang sudah empat kali pergantian presiden namun reformasi birokrasi
tidak menunjukan tanda-tanda perubahan berarti. Bahkan dimasa kepemimpinan
Soeharto, Indonesia mengidap virus Parkinson dan Proliferasi dimana dibuat
dengan tujuan agar memperkuat kekuasaan yang sedang berlangsung. (Miftah Thoha. 2009)
Keberadaan pegawai negeri sipil dalam sistem
birokrasi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian khususnya Pasal 3 ayat (1). Pegawai negeri berkedudukan
sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan
tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan. Namun
prinsip-prinsip ini belum mampu di implementasikan oleh para birokrat kita.
Kurangnya komitmen dari pemerintah terhadap reformasi birokrasi menyebabkan
masih banyaknya permasalah-permasalahan birokrasi di era reformasi ini yang
telah terbilang tua.
Gambaran dari permasalahan - permasalahan birokrasi
Indonesia yang paling mendasar di era refomasi ini diantaranya ialah:
1.
Organisasi, birokrasi
Indonesia memiliki struktur yang besar dan banyak yang tidak layak atau tidak
sesuai dengan fungsi mereka.
2.
Hukum dan
peraturan, adanya kontradiktif dan banyak praturan yang ambigu. Seperti
kontradisi antara Undang-Undang 43 dan Undang- Undang 32 yang menentukan siapa
yang menjadi pejabat dan pembina karir pegawai.
3.
Sumber daya
manusia, birokrasi mengalami kelebihan pegawai dan kekurangan pada saat yang
sama. Misalnya di daerah kota mengalami overstaffed sehingga pada sistem banyak
pegawai yang hanya datang dan tanda tangan namun di daerah lain seprti di
pedesaan masih banyak yang understaffed. Hal ini di sebabkan tidak terjadi
distribusi yang baik.
4.
Proses bisnis,
terjadi prosedur yang tidak jelas dan berbelit - belit hingga permasalahan mata
rantai yang panjangan yang membutuhkan waktu yang lama.
5.
Pelayanan publik, birokrasi
kita memiliki kulitas pelayanan yang rendah, banyak ketidak pastian dan adanya
celah untuk KKN.
6.
Pola pikir dan
budaya, dalam birokrasi tidak memiliki semangat kerja dan budaya untuk
memproduksi inovasi, penciptaan dan penemuan di antara PNS.
Di 18 tahun reformasi ini virus Parkinson dan Proliferasi
ini ternyata masih berakar di tubuh birokrasi Indonesia.
Era reformasi tidak mampu
menjamin birokrasi menjadi lebih rasional
praktek penyelewengan etika dalam birokrasi masi banyak kita temukan di
pemerintahan. Budaya penyelewengan etika
yang terjadi di badan birokrasi ini ternyata telah mendarah daging, sehingga
reformasi sebagai penawarpun tidak mampu menjadikan birokrasi
seperti yang di harapkan. Birokrasi Indonesia
sesungguhnya tidak beranjak dari sistem birokrasi kolonial yang hakekatnya
merupakan alat kekuasaan dan pelayan penguasa. Bukan merupakan alat dari suatu
sistem yang memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat atau publik dalam
rangka melayani tugas negara, pemerintahan dan pembangunan apa yang menjadi
kebutuhan untuk memberikan kemudahan dalam berbagai hal yang seharusnya
diberikan demi kepentingan publik yang membutuhkan.
Sikap-sikap sopan yang melenceng dari sikap rasional
banyak kita temukan pada badan-badan
birokrasi di Indonesia. Kondisi birokrasi di Indonesia masih jauh dari harapan di
perjelas melalui sumber Institute for Civil
Society (INCIS) , 2007. Dari data tersebut diketahui
bahwa bentuk diskriminasi layanan publik yang paling menonjol adalah karena
suap. Suap bisa terjadi karena masyarakat menginginkan pelayanan yang cepat
sedangkan aparat mencari peluang tambahan uang. Budaya suap sudah begitu
mengakar pada praktek layanan publik kita, sehingga sulit untuk diberantas.
Sulitnya menghilangkan suap ini juga dikarenakan perilaku masyarakat sendiri
yang seringkali justru menawarkan sejumlah uang atau pemberian barang kepada
birokrasi sebagai pelicin urusan. Kejelasan
pratek KKN di Indonesia di
faktori oleh budaya politik masyarakat Indonesia. Sikap rasional dalam birokrasi
hanya ada 1 dari
10 orang di Indoneisa dan orang-orang ini mengalami
tekanan-tekanan idiologi dan
politik dari pihak penguasa. Tekanan-tekanan
ini tidak hanya di rasakakan oleh masyarakat yang sudah rasional pemikirannya
namun masyarakat awampun
melalui proses tekanan ini.
Masyarakat Indoneisa
tidak mampu menghindari
pengaruh, kekuasaan dan paksaan dari pemerintah. Karena masyarakat memerlukan
pemerintah untuk menyelesaikan urusan hidupnya. Kelembagaan institusional menunjukan
adanya serangkaian prosedur aturan yang di terima untuk menjalankan
fungsi-fungsi tertentu dari waktu ke waktu tanpa memandang siapa yang bakal di
kenai prosedur aturan tersebut. Pemerintah itu merupakan perpaduan antara
orang-orang dan kelambagaan yang membuat dan memaksakan hukum dan undang-undang
kepada masyarakata. Dari pandangan
seperti itu melekat kesan bahwa kekuasaan itu ada pada pemerintah, namun
masyarakat melupakan bahwa kekuasaan itu berasal dari rakyat yang di percayakan
kepada pemerintah untuk mengatur dan mengatasi masalah-masalah yang bisa di
terima oleh semua pihak. Karena setiap pekerja atau pejabat dalam birokrasi
pemerintah merupakan mesin yang tidak mempunyai kepentingan pribadi. Namun
praktek buruk yang di lakukan para birokrasi sudah terlalu lama terjadi dan
rakyatpun telah menderita penyakit lupa akan fungsi kontrol terhadap jalannya
birokrasi, sehingga penyelewengan dalam birokrasipun sudah mengkronis.
Persolan dalam birokrasi itu sendiri dipengaruhi
oleh dua fatktor yaitu pertama faktor internal dimana persoalan kualitas SDM,
sistem dan prosedur kerja yang masih bertele-tele, budaya kerja yang masih
feodalistik, kempemimpinan yang kaku dan cenderung tidak visioner, mental dan
moral yang rendah serta struktur organisasi yang gemuk dan kurang jelas
fungsinya. Faktor tersebut masih juga terkait dengan perilaku administrator
maupun perilaku organisasi. Dan yang kedua dari faktor eksternal paling tidak
terkait dengan hal-hal seperti kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap
birokrasi, tuntutan masyarakat terhadap perlunya birokrasi yang profesional,
bebas KKN, budaya yang dianut oleh masyarakat umum kurang kondusif bagi
perbaikan birokrasi, tingkat kesadaran dan kedisiplinan birokrasi, dan
kedisiplinan masyarakat terhadap sistem kebijakan yang berlaku masih rendah, kesenjangan
sosial, serta hal-hal lainnya.(Miftah Thoha, 2012)
Hasil akhirnya ialah perjalanan
reformasi khususnya untuk birokrasi masih belum terasa, bahkan ada yang
mengatakan bahwa birokrasi mengalami
stagnan jika dibandingkan dengan reformasi
politik atau reformasi ekonomi.
Senada dengan pernyataan tersebut pandangan Miftah Thoha terkait pelaksanaan
reformasi di bangsa ini yang lebih mengedepandakan reformasi politik dari pada
reformasi birokrasi dimana pandangan beliau bahwa Selama 10 tahun terakhir ini
kita merasakan kemajuan reformasi di bidang politik dan ekonomi, Di bidang
politik demokrasi semakin berkembang baik, kebebasan berpolitik dan perbedaan
pendapat dijamin sangat baik. Akan tetapi kehidupan birokrasi menunjukkan kurva
terbalik, hal ini bisa dilihat dari dua indikator Indek Prsepsi Korupsi dan
Indek kemudahan pelayanan usaha.
Jadi di era reformasi yang sudah terbilang tua ini reformasi
birokrasi bukalnlah opsi melainkan keharusan, karena negara tidak bisa berjalan
dengan baik apabila roda birokrasi masih tersangku dengan masalah KKN. Sebagai
garda terdepan dalam hal pelayanan publik, reformasi birokrasi dapat dimulai
dari perubahan struktur dan kultur sehingga birokrasi harus mampu menjadi
bafer, penyanggah dan filter. Suksesnya reformasi birokrasi di butuhkannya
komitmen dari pemerintah, dan dengan sistem pemerintahan yang desentralisasi
ini kesadaran akan reformasi birokrasi harus juga ada di daerah karena rencana
strategis di pemerintah pusat sulit di implementasikan di daerah apabila tidak
terjadi koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah.
Sebagai Agent Of Development yang bergerak dalam segalah
sektor dari pusat hingga daerah. Birokrasi memerlukan orang-orang yang mampu
memenuhi SKP atau sasaran kerja pegawai dimana terdapat perjanjian pegawai yang
berisi tentang indikator kerja dan terget sehingga dapat membangun menejemen
kinerja dalam birokrasi. Sebaik apapun program pembangunan yang kita tetapkan,
apabila birokrasi tidak kompeten, integritas tidak terjaga dan moral rusak maka
program-program tidak bisa di implementasikan dengan baik. Kerena semua program
di deliveri oleh sistem yang kita sebut sebagai birokrasi.
Dalam hal perubahan mindset and culturset perubahan juga
harus di lakukan oleh masyarakat. Perluhnya dukungan masyarakat untuk tidak
percaya pada birokrat yang melakukan penyelewengan sebab sehat birokrasi tidak
hanya di tentukan oleh birokrasi itu sendiri tetapi juga dari masyarakat. Untuk
melakukan fungsi kontrol, masyarakat dapat melakukan pengaduan kinerja birokrat
baik melalui tingkat kepuasan yang ada di organisasi-organisasi pemerintahan
daerah maupun melalui sistem elektronik yang langsung terhubung ketingkat
nasional. Sehingga pemerintah pusat maupun daerah dapat berbenah dan memperbaiki
rapor dengan nilai merah dalam birokrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Thoha,
Miftah. 2009. Birokrasi Pemerintaha Indonesia di Era Reformasi. Jakarta : Kencara
Prenada Media Group.
Thoha,
Miftah. 2012. Birokrasi Dan Politik Di
Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Utomo, Warsito. 2007. Dinamika
Administrasi Publik Analisis Empiris Seputar Isu-Isu Kontenporer Dalam
Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Dan Program Megister
Administrasi Publik UGM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar